Rabu, 16 November 2011

Pangeran Katak

Pada suatu waktu, hidup seorang raja yang mempunyai beberapa anak gadis yang cantik, tetapi anak gadisnya yang paling bungsulah yang paling cantik. Ia memiliki wajah yang sangat cantik dan selalu terlihat bercahaya. Ia bernama Mary. Di dekat istana raja terdapat hutan yang luas serta lebat dan di bawah satu pohon limau yang sudah tua ada sebuah sumur. Suatu hari yang panas, Putri Mary pergi bermain menuju hutan dan duduk di tepi pancuran yang airnya sangat dingin. Ketika sudah bosan sang Putri mengambil sebuah bola emas kemudian melemparkannya tinggi-tinggi lalu ia tangkap kembali. Bermain lempar bola adalah mainan kegemarannya.
Namun, suatu ketika bola emas sang putri tidak bisa ditangkapnya. Bola itu kemudian jatuh ke tanah dan menggelinding ke arah telaga, mata sang putri terus melihat arah bola emasnya, bola terus bergulir hingga akhirnya lenyap di telaga yang dalam, sampai dasar telaga itu pun tak terlihat. Sang Putri pun mulai menangis. Semakin lama tangisannya makin keras. Ketika ia masih menangis, terdengar suara seseorang berbicara padanya,”Apa yang membuatmu bersedih tuan putri? Tangisan tuan Putri sangat membuat saya terharu… Sang Putri melihat ke sekeliling mencari darimana arah suara tersebut, ia hanya melihat seekor katak besar dengan muka yang jelek di permukaan air. “Oh… apakah engkau yang tadi berbicara katak? Aku menangis karena bola emasku jatuh ke dalam telaga”. “Berhentilah menangis”, kata sang katak. Aku bisa membantumu mengambil bola emasmu, tapi apakah yang akan kau berikan padaku nanti?”, lanjut sang katak.
“Apapun yang kau minta akan ku berikan, perhiasan dan mutiaraku, bahkan aku akan berikan mahkota emas yang aku pakai ini”, kata sang putri. Sang katak menjawab, “aku tidak mau perhiasan, mutiara bahkan mahkota emasmu, tapi aku ingin kau mau menjadi teman pasanganku dan mendampingimu makan, minum dan menemanimu tidur. Jika kau berjanji memenuhi semua keinginanku, aku akan mengambilkan bola emasmu kembali”, kata sang katak. “Baik, aku janji akan memenuhi semua keinginanmu jika kau berhasil membawa bola emasku kembali.” Sang putri berpikir, bagaimana mungkin seekor katak yang bisa berbicara dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Ia hanya bisa bermain di air bersama katak lainnya sambil bernyanyi. Setelah sang putri berjanji, sang katak segera menyelam ke dalam telaga dan dalam waktu singkat ia kembali ke permukaan sambil membawa bola emas di mulutnya kemudian melemparkannya ke tanah.
Sang Putri merasa sangat senang karena bola emasnya ia dapatkan kembali. Sang Putri menangkap bola emasnya dan kemudian berlari pulang. “Tunggu… tunggu,” kata sang katak. “Bawa aku bersamamu, aku tidak dapat berlari secepat dirimu”. Tapi percuma saja sang katak berteriak memanggil sang putri, ia tetap berlari meninggalkan sang katak. Sang katak merasa sangat sedih dan kembal ke telaga kembali. Keesokan harinya, ketika sang Putri sedang duduk bersama ayahnya sambil makan siang, terdengar suara lompatan ditangga marmer. Sesampainya di tangga paling atas, terdengar ketukan pintu dan tangisan,”Putri, putri… bukakan pintu untukku”. Sang putri bergegas menuju pintu. Tapi ketika ia membuka pintu, ternyata di hadapannya sudah ada sang katak. Karena kaget ia segera menutup pintu keras-keras. Ia kembali duduk di meja makan dan kelihatan ketakutan. Sang Raja yang melihat anaknya ketakutan bertanya pada putrinya,”Apa yang engkau takutkan putriku? Apakah ada raksasa yang akan membawamu pergi? “Bukan ayah, bukan seorang raksasa tapi seekor katak yang menjijikkan”, kata sang putri. “Apa yang ia inginkan dari?” tanya sang raja pada putrinya.
Kemudian sang putri bercerita kembali kejadian yang menimpanya kemarin. “Aku tidak pernah berpikir ia akan datang ke istana ini..”, kata sang Putri. Tidak berapa lama, terdengar ketukan di pintu lagi. “Putri…, putri, bukakan pintu untukku. Apakah kau lupa dengan ucapan mu di telaga kemarin?” Akhirnya sang Raja berkata pada putrinya,”apa saja yang telah engkau janjikan haruslah ditepati. Ayo, bukakan pintu untuknya”. Dengan langkah yang berat, sang putri bungsu membuka pintu, lalu sang katak segera masuk dang mengikuti sang putri sampai ke meja makan. “Angkat aku dan biarkan duduk di sebelahmu”, kata sang katak. Atas perintah Raja, pengawal menyiapkan piring untuk katak di samping Putri Mary. Sang katak segera menyantap makanan di piring itu dengan menjulurkan lidahnya yang panjang. “Wah, benar-benar tidak punya aturan. Melihatnya saja membuat perasaanku tidak enak,” kata Putri Mary.
Sang Putri bergegas lari ke kamarnya. Kini ia merasa lega bisa melepaskan diri dari sang katak. Namun, tiba-tiba, ketika hendakmembaringkan diri di tempat tidur…. “Kwoook!” ternyata sang katak sudah berada di atas tempat tidurnya. “Cukup katak! Meskipun aku sudah mengucapkan janji, tapi ini sudah keterlaluan!” Putri Mary sangat marah, lalu ia melemparkan katak itu ke lantai. Bruuk! Ajaib, tiba-tiba asap keluar dari tubuh katak. Dari dalam asap muncul seorang pangeran yang gagah. “Terima kasih Putri Mary… kau telah menyelamatkanku dari sihir seorang penyihir yang jahat. Karena kau telah melemparku, sihirnya lenyap dan aku kembali ke wujud semula.” Kata sang pangeran. “Maafkan aku karena telah mengingkari janji,” kata sang putri dengan penuh sesal. “Aku juga minta maaf. Aku sengaja membuatmu marah agar kau melemparkanku,” sahut sang Pangeran. Waktu berlalu begitu cepat. Akhirnya sang Pangeran dan Putri Mary mengikat janji setia dengan menikah dan merekapun hidup bahagia.
Pesan moral : Jangan pernah mempermainkan sebuah janji dan pikirkanlah dahulu janji-janji yang akan kita buat.

Catatan seorang akhwat

Dua hal utama yang harus dijaga oleh seorang muslimah adalah izzah dan iffah. Izzah adalah kehormatan perempuan sebagai seorang muslimah. Sedangkan Iffah adalah bagaimana seorang muslimah dapat menjaga kesucian dirinya dengan menjadikan malu sebagai pakaian mereka. Saya pernah berdiskusi dengan seorang akhwat yang menyatakan bahwa fenomena yang saat ini sedang meggeluti para aktivis dakwah adalah masalah VIRUS MERAH JAMBU. Bahkan ada akhwat yang dengan berani menyatakan perasaannya kepada seorang ikhwan secara gambling L. Padahal Bunda Khadijah ra, telah mencontohkan dengan santun bagaimana mengungkapkan perasaannya kepada seorang Muhammad yang notabene secara strata sosial lebih rendah kedudukannya daripada Khadijah. Bagaimana beliau mencontohkan kepada kita semua tentang hakikah menjaga izzah dan iffah sebagai seorang muslimah. Saya mengungkapkan keresahan hati ini bukan karena saya tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Justru karena saya pernah jatuh cintalah maka saya ingin berbagi rasa.
Kita ini adalah manusia, seakhwat-akhwatnya seorang akhwat tetap saja dia adalah manusia. Yang dengannya Allah anugerahi rasa cinta, benci, suka, sayang, dan lain sebagainya. Allah telah mengatur bagaimana seharusnya kita menata hati kita. Yaitu dengan mengembalikan semuanya kepada Allah dan memusatkan cinta kita hanya pada-Nya. Kuncinya, hati-hati dengan interaksi walau atas nama urusan dakwah, meski hanya lewat sms atau dunia maya. Bagi para akhwat yang mempunyai masalah dengan hati, saya mempunyai sebuah quotes yang sangat mendalam, yaitu:
"Jika engkau jatuh cinta pendamlah rasa itu dan jangan kau tampakkan. Mohonlah kepada Allah agar menjadi tenang. Jika kau mati dalam keadaan bersabar, niscaya kau akan beruntung mendapatkan syurga." (Taman Orang-Orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu)
Sungguh…
Seorang akhwat sejati lebih suka apabila seorang ikhwan benci atau takut padanya karena dianggap keras dan sangar wajahnya…
Dibandingkan ia harus menjadi fitnah bagi mereka akibat senyumannya…
Dibandingkan ia harus menjadi penyebab kemaksiatan di hati saudara-saudaranya akibat terlalu lembutnya suaranya…
Dibandingkan ia harus menjadi penyebab futurnya mereka karena kecerobohan dan kelalaiannya dalam menjaga izzah sebagai seorang muslimah…
Afwan…
Itulah prinsipku…
Mungkin caramu dan caraku berbeda…
Sebab pengalaman atas kecerobohanku dulu dan pengetahuan akan begitu buruknya fitnah seorang wanita bagi pria telah memberikan banyak pelajaran berarti padaku tentang pentingnya menjaga izzah seorang muslimah…
“ Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui, janganlah Engkau menyiksaku karena apa yang mereka ucapkan, dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka perkirakan…”
(Doa Ali ra)
copast from
http://evans86.abatasa.com/post/detail/13470/catatan-seorang-akhwat-

Kamis, 28 April 2011

KODE ETIK GURU

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesi
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan

MENGAJAR ANAK BERMASALAH

tulisan ini dikutip dari tulisan sahabat ku :

MENGAJAR ANAK BERMASALAH
by Desy Natalia Aritonang on Friday, February 4, 2011 at 10:07pm
Setelah membaca artikel ini jadi terinspirasi untuk menjadi pendidik yang berjiwa besar:

1). Mengajar anak kelas 4 SD ranking terbawah di kelas

Bu Rini“Siapa namamu? Kelas berapa?” “Tara! Kelas 4 SD”
“Sudah hafal perkalian?” “Belum!”
“Buat sendiri daftar perkalian dan hafalkan”

Tara lantas membuat daftar 2x1, 2x2, 3x2, dst...sampai 9x9. Hanya memberikan contoh tulisan daftar perkalian 2x1 sampai 2x10 ke bawah. Bilangan perkalian 3 sampai 9, saya suruh buat sendiri.
Dari percakapan dengan mama Tara, saya tahu kalau Tara anak cerdas. Walaupun dia menempati ranking terbawah di kelas. “Taraaa, kamu itu anak pintar. Jadi Bu Rini yakin kamu akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit. Hafalkan yaaa.” “Haaaa, Ibu?” “Coba saja, kamu pasti bisa!” kata saya.
15 menit kemudian, saya test hafalan Tara dan ternyata dia hafal! “Ibu, Tara ini anak pintar. Kalau tidak pintar, dia tidak akan bisa menghafal perkalian ini dalam waktu 15 menit...” Mama Tara senyam-senyum saja mendengar pernyataan saya. Tara juga kelihatan bahagia sekali, “Baru kali ini ada yang bilang kalau saya anak pintar!”. “Kamu itu memang pintar, Tara. Percaya sama Bu Rini.” ujar saya meyakinkan.
Bulan pertama, Tara saya ajarkan perkalian dan pembagian (jumlah pertemuan satu minggu sekali). Bulan kedua saya ajarkan pecahan. Bulan keempat, kurang bahan pelajaran, akhirnya saya ajarkan materi kelas 5 SD.

Hasil: kurang dari 20 kali pertemuan, Tara menempati ranking 6 di kelas. Sekarang, setiap ada pelajaran matematika guru sekolah berpesan agar Tara jangan menjawab pertanyaan guru dulu, “Tara jangan menjawab dulu ya.”

Hal yang terpenting saya katakan pada Tara adalah:
1. Setiap Tara melaporkan tugasnya saya selalu bilang, “Horeee, Tara memang pintaaarrr!” Sambil tepuk tangan.
2. “Kamu anak pandai”
3. “Supaya kelihatan pandainya, rajin belajar”
4. “Latihan matematika, hafalkan PKn, sejarah, IPA, dll”
5. “Bu Rini aku capai...” “Ya sudah, sana main dulu. Bu Rini beri waktu 10 menit ya.”

2). Mengajar anak kelas 4 SD dengan gangguan konsentrasi

“Sini, Nak. Belajar sama Bu Rini! Hari ini kita belajar bilangan bulat.” Saya ambil potongan kayu kecil-kecil. “Kamu utang 8 kayu sama Bu Rini. Bu Rini minta.” Anak itu “B” saya suruh memberikan semua potongan yang ada di tangannya. Saya pura-pura bilang, “Lah, kebanyakan ini. Kamu utangnya kan Cuma 8. Kebanyakan berapa?” Dst, saya ulang tidak sampai 5 kali, lantas saya sodorkan latihan soal untukn dia kerjakan.
Hasil nilai bilangan bulat : 100.

Pertemuan kedua dst, saya ajarkan pecahan hingga pecahan kelas 5. Giliran ulangan mendapat nilai 6,5 karena “B” lupa cara mengerjakan soal tertentu. Padahal soal itu sudah saya ulang-ulang. Mama B melaporkan kalau B hanya mendapat nilai 6,5. Saya hanya menjawab, “Saya disuruh bagaimana lagi. Usaha saya sudah maksimal. Dan saya juga bukan tipe guru yang harus mentargetkan nilai tertentu pada anak. Yang penting saya mengajarinya maksimal, tentang hasil lillahi ta’ala.”

Saya lantas menceritakan, bahwa saya juga pernah mengajar “C” (perempuan) dari kelas 4 SD. Pada saat ujian akhir sekolah, “C” hanya mendapat nilai matematika 6,5. Potensi “C” mulai muncul di tingkat SMP. Nilai ulangan harian matematika selalu di atas 8, suka mendapat nilai tertinggi di kelas, dan sekarang saat ditest IQ, IQ nya = 143. (Naik, jauh lebih tinggi dibanding saat SD). Saya katakan pada “C”, hasil test IQ-mu 143, itu sudah modal yang bagus untuk test potensi masuk ITB. “Wah, terpancar rasa bangga dan bahagia di wajahnya.” Kita bisa memotivasi anak dari segi mana pun. (Baik dari segi kelemahan maupun kelebihan).

Hasil saya mengajar B:
1. Anak bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat
2. Hobi bengong anak sudah hilang dan konsentrasi anak sudah membaik
3. Pemahaman anak terhadap soal cerita meningkat pesat
4. Anak malu lapor sama Bu Rini jika nilainya di bawah 7. Rasa malu ini saya pandang sebagai hal yang positif, artinya anak itu juga sebenarnya punya cita-cita untuk dapat meraih nilai yang baik. Jika anak mendapat nilai jelek, justru anak ini lebih sering saya puji. Saya katakan, “Kamu itu hebat. Mau les dan kerjakan PR. Lain kali yang teliti ya, biar nilainya lebih baik.” Setelah itu, nilai jelek tidak saya singgung-singgung lagi.
5. Insya Allah sih...saya menaruh harapan yang positif pada “B” ini. Tapi saya tidak menjanjikan ini pada orangtuanya. Insya Allah, B suatu saat akan dikenal jadi anak pintar di sekolahnya. Entah saat SMP atau SMA. Saya yakin itu.

Hal penting yang saya lakukan:
1. “B, jika kamu bisa mengerjakan 20 soal ini dengan cepat, kamu boleh main dan lesnya selesai. Tapi kalau kamu banyak bengong dan lama, nanti soalnya mau Bu Rini tambah jadi 40 soal. Mau milih yang mana?” Semua anak pasti memilih “mengerjakan 20 soal, cepat selesai, dan boleh main.” Lantas saya bilang, “Kalau lebih cepet lagi, Bu Rini korting deh, yang dikerjakan 15 soal saja...” Anak langsung gembira, “Horeee, dikorting.” Padahal itu mah, trik menghadapi anak saja.
2. “B, kerjakan PR ini ya. Kalau tidak mengerjakan, minggu depan kamu akan Bu Rini kasih PR 200 soal.” PR yang saya berikan kepada anak biasanya 10 sampai 15 soal. Anak pasti memilih mengerjakan PR.
3. Bagaimana jika anak tidak mengerjakan PR? Biasanya untuk menghindari tugas 200 soal, sebelum ditanya guru, anak akan melaporkan, “Bu Rini, maaf, aku tidak mengerjakan PR karena kemarin ada ulangan, tugas sekolah, dll.” Kalau ada alasan, biasanya saya hanya menjawab, “Ya sudah, kumpulkan minggu depan ya.”
3). Mengajar anak kelas 2 SD "lambat belajar"

Sebut saja namanya Bunga. Saya tahu kalau Bunga lambat belajar, karena saya memang kenal baik dengan keluarga Bunga. Orang tua Bunga kebingungan mencari guru les buat Bunga. Biasanya saya tidak pernah mau menerima anak kelas 2 SD. Minimal kelas 5 SD. Namun saya selalu tergerak untuk membantu anak-anak yang dianggap “bermasalah” oleh guru/teman/ortu. Saya katakan pada kakak Bunga, “Ajak Bunga belajar sama Bu Rini. Sini, Bu Rini ajari!” Orang tua Bunga sangat berterima kasih atas ajakan ini.

“Ibu, saya tidak akan mengajarkan konsep mengapa 3 + 5 = 8 dan 3 x 5 = 15. Itu sudah diajarkan di sekolah. Saya akan tabrak langsung saja. Percayakan sama saya, tetapi Ibu jangan banyak berharap “target hasil” dengan cepat dan dalam waktu yang singkat” “Iya,Ibu, saya mengerti”.
Pertemuan pertama, langsung saya ajarkan daftar perkalian dan seperti yang lain, menghafalkan perkalian tersebut. Ada hal yang terlewat pada pertemuan ini, ternyata Bunga juga masih berhitung penjumlahan satuan “dalam waktu lama” dengan jari.

Pertemuan kedua, Bunga saya suruh membuat daftar penjumlahan dan hafalkan. Pada pertemuan kedua ini, ada PR 2 lembar kertas untuk bunga. Menghafal perkalian dan penjumlahan satuan.
Hasilnya: Bunga sudah mulai hafal perkalian dan penjumlahan. Rencana bulan ini,penjumlahan, perkalian, pembagian. (Bunga baru 2 kali bertemu saya – murid baru).

Hal penting yang saya lakukan:
1. Awal pertemuan: Saya katakan pada Bunga, “Tidak masalah kamu mendapat nilai jelek dan ranking bawah di sekolah. Cuekin saja kalau ada anak yang mengejek. Hal yang paling penting adalah kamu rajin belajar. Itulah hebatnya kamu. Suatu saat kamu akan jadi anak pintar.”
2. “Minggu ini hafalkan tugas dari Bu Rini ya, kalau tidak nanti Bu Rini tambahin PR-nya jadi 200.” Kata saya sambil tertawa, agar anak tahu bahwa ucapan Bu Rini itu tidak serius tapi juga tidak main-main.
3. Akhir pertemuan: “Bunga, Bu Rini itu, waktu kelas 2 SD, nilainya jauh lebih jelek daripada kamu. Nilai Mama juga. Tapi Bu Rini sama Mama sekarang jadi pintar kaaan?” Bunga terlihat senang mendengar ungkapan saya.
4. Kebetulan saudara kembar Bunga masuk kelas akselerasi di sekolahnya. Saya katakan, “Bunga, saudaramu itu bisa cepat mengerjakan soal karena dibantu malaikat. Jadi kelihatan pintar sekali.” “Malaikatnya curang, kenapa tidak membantu aku.” “Karena kamu diberi banyak kelebihan sama malaikat, kamu anaknya baik, rajin belajar, mama papa mbak sayang kamu, dan yang penting kamu happy.” “Oh, iya Bu...” kata Bunga sambil tertawa. “Malaikatnya pengin kamu rajin belajar saja, pasti jadi pintar.”

Hari ini Bunga mendapat pengalaman yang sangat berharga dari pertemuan tersebut.
Padahal saudara....,saya mengajari anak kedua dan ketiga juga pusing tujuh keliling. Kejar sana, kejar sini, rasanya seperti berlari marathon dan tidak tahu kapan berhentinya. Mengapa?

Karena jika menghadapi anak kandung, saya tidak hanya memikirkan bagaimana belajar anak, tetapi juga memikirkan biaya terapi yang ruarrr biasa besarnya. Tetapi ini bukan masalah saya, karena ini menjadi ladang pahala yang amat besar dan mudah bagi saya. Mengapa saya katakan “Mudah!”. Tidak tahu mengapa, saya berkeyakinan salah satu diantara anak saya adalah anak yang sangat polos, tidak pernah niat berbuat salah, insya Allah terjaga dari dosa. Insya Allah, punya anak seperti ini adalah suatu karunia “ketenangan batin” yang mendalam....dan itu hanya bisa terceritakan dengan sesama orang tua yang punya anak berkebutuhan khusus.

Keterangan: saya mengajar anak ini secara berkelompok (4 - 8 anak).

teori belajar kognitivistik

Teori ini menekankan pada proses belajar daripada hasil belajar, jadi pada teori belajar ini tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa, keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.
Tokoh teori belajar kognitivistik
1. Robert M. Gagne
Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
a. Reseptor
b. Sensory register
c. Short-term memory
d. Long-term memory
e. Response generator
2. Jean Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dipunyai seseorang. Bagi piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yaitu :
1. Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian(informasi baru yang akan dipahami anak).
2. Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
3. Equilibrasi
Proses penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Terdapat empat tahap yaitu :
1. Tahap sensorimotor (anak usia 1,5 – 2 tahun)
2. Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

3. Ausubel
Menurut ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran sebelumnya didefinisikan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa, dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemajuan siswa. Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.

4. Bruner
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili ) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” ( belajar dengan cara menjelaskan ).Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkrit

“Nine instructional events”

“Nine instructional events”

Yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Gain attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar. Contoh: memberikan apersepsi pada saat awal pembelajaran agar meningkatkan perhatian yang menarik yang sesuai pelajaran.

2. Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal. Siswa berhak tahu apa yang akan ia dapat setelah mengikuti suatu pelajaran.

3. Stimulate recall of prior learning (merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan. Dalam pelajaran selalu mengulang kembali pelajaran pada pertemuan yang sebelumnya agar mengingatkan anak apa saja yang telah ia pelajari. Sehingga ia lebih paham pada pelajaran yang selanjutnya.

4. Present the content (menyajikan stimuli)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.

5. Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar. Dalam proses belajar murid harus diberikan bimbingan agar tidak salah dalam pemahaman suatu pengetahuan.



6. Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu. Sehingga anak terbiasa dalam melakukan latihan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

7. Provide feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan, Untuk memberikan penguatan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak. Dengan memberikan feedback anak menjadi tahu kekurangan yang ada dalam dirinya dan ia akan berusaha membuatnya menjadi lebih baik.

8. Assess performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal. Jika ia belum benar ia akan melakukan usaha agar ia lebih paham dalam menguasai bahan pelajaran.

9. Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer belajar dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Kejadian-kejadian dalam belajar, yang sudah ada langkah-langkah pembelajaran yang dibuat oleh gagne.

Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Karena seorang anak membutuhkan bimbingan agar ia lebih mudah memahami apa yang ia pelajari, jika tidak mendapat bimbingan anak akan salah dalam pemahaman dalam suatu pelajaran. Setelah ia paham tentang apa yang akan ia pelajari lebih baik anak diberikan suatu latihan agar terbiasa dalam latihan dan ia dapat menerapkan dalamkehidupan sehari-hari. Peristiwa-peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya.

PENILAIAN BERBASIS KELAS

PENILAIAN BERBASIS KELAS
A. PENGERTIAN
Penilaian berbasis kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum berbasis kompetensi. Penilaian berbasis kelas adalah proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil-hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret/profil kemampuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian berbasis kelas dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan baik dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar kelas, terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang khusus. Proses ini mengidentifikasi pencapaian kompetensi atau hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.

B. Teknik penilaian.

1. Tes
Tes terbagi dua, yaitu tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis terutama digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Tes tertulis terbagi dua, yaitu tes uraian dan tes objektif.
a.) Tes Uraian/Esai
Tes uraian adalah butir soal berbentuk pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan tugas harus dilakukan dengan cara mengemukakan pikiran peserta tes secara naratif


a.) Tes Objektif
Tes objektif adalah tes atau butir soal yang menuntut jawaban secara lebih pasti. Bentuk tes objektif dapat mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya objektif, dan mudah dikoreksi.
a. Jawaban Singkat atau Isian Singkat. Bentuk ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa. Materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung rendah.
b. Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman atas fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung rendah.
c. Benar Salah. Bentuk ini merupakan tes yang sederhana, karena dalam menjawab soal bentuk benar salah, siswa hanya dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu menentuak apakah pernyataan yang tertera pada butir soal benar atau salah.
d. Pilihan Ganda. Bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya objektif, dan bisa dikoreksi dengan mudah. Tingkat berpikir yang bisa terlibat bisa dari tingkat pengetahuan sampai tingkat sintesis dan analisis.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.
• materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
• konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
• bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.

2. Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah merupakan suatu metode mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yang biasa disebut dengan metode pemberian tugas. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi.
Dengan pengertian lain tugas ini jauh lebih luas dari pekerjaan rumah karena metode pemberian tugas diberikan dari guru kepada siswa untuk diselesaikan dan dipertanggung jawabkan. Siswa dapat menyelesaikan di sekolah, atau dirumah atau di tempat lain yang kiranya dapat menunjang penyelesaian tugas tersebut, baik secara individu atau kelompok. Tujuannya untuk melatih atau menunjang terhadap materi yang diberikan dalam kegiatan intra kurikuler, juga melatih tanggung jawab akan tugas yang diberikan. Lingkup kegiatannya adalah tugas guru bidang studi di luar jam pelajaran tatap muka. Tugas ditetapkan batas waktunya, dikumpulkan, diperiksa, dinilai, dan dibahas tentang hasilnya. Dalam memberikan tugas keadaan siswa, guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
Memberikan penjelasan mengenai

1. Tujuan penugasan
2. Bentuk pelaksanaan tugas
3. Manfaat tugas
4. Bentuk Pekerjaan

5. Tempat dan waktu penyelesaian tugas
6. Memberikan bimbingan dan dorongan
7. Memberikan penilaian

Adapun jenis-jenis tugas yang dapat diberikan kepada siswa yang dapat membantu berlangsungnya proses belajar mengajar :

1. Tugas membuat rangkuman
2. Tugas membuat makalah
3. Menyelesaikan soal
4. Tugas mengadakan observasi
5. Tugas mempraktekkan sesuatu
6. Tugas mendemonstrasikan observasi



3. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Unjuk kerja yang dapat diamati seperti: bermain peran, presentasi hasil penelitian sains sederhana, menggunakan peralatan laboratorium, mengoperasikan suatu alat, atau aktivitas lain yang bisa diamati. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian unjuk kerja adakah sebagai berikut:
• Identifikasi semua aspek penting.
• Tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan.
• Usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat teramati dan tidak terlalu banyak.
• Urutkan kemampuan yang akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati.
• Apabila menggunakan skala penilaian, maka menyediakan kriteria untuk setiap pilihan, misalnya: baik, apabila …, cukup, apabila …, kurang, apabila ….
Penilaian unjuk kerja dapat menggunakan daftar cek, skala penilaian, atau rubrik.
1. Daftar Cek
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya – tidak). Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah. Berikut contoh daftar cek.
2. Skala Penilaian
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala rentang tersebut, misalnya, sangat kompeten – kompeten – agak kompeten – tidak kompeten. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh lebih dari satu penilai agar faktor subjektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.
3. Rubrik
Rubrik bisa juga digunakan untuk menilai unjuk kerja siswa. Rubrik adalah pedoman penskoran yang digunakan untuk menilai unjuk kerja siswa berdasarkan jumlah skor dari beberapa kriteria dan tidak hanya menggunakan satu skor saja. Ini memuat klasifikasi nilai yang dapat diberikan pada siswa sesuai dengan unjuk kerja yang ditampilkan.

4. Penilaian Produk
Penilaian hasil kerja atau poduk merupakan penilaian kepada siswa dalam mengendalikan proses dan memanfaatkan bahan untuk menghasilkan sesuatu, kerja praktik atau kualitas estetik dari sesuatu yang mereka produksi. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir saja tetapi juga proses pembuatannya. Penilaian produk meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), alat peraga murah, barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan dalam setiap tahapan perlu diadakan penilaian yaitu:
• Tahap persiapan, meliputi: menilai kemampuan peserta didik merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
• Tahap pembuatan (produk), meliputi: menilai kemampuan peserta didik menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
• Tahap penilaian (appraisal), meliputi: menilai kemampuan peserta didik membuat produk sesuai kegunaannya dan memenuhi kriteria keindahan.
Penilaian produk akan menilai kemampuan siswa dalam:
 Bereksplorasi dan mengembangkan gagasan dalam merancang;
 Memilih bahan yang tepat;
 Menggunakan alat;
 Menunjukkan inovasi dan kreasi;
 Memilih bentuk dan gaya dalam karya seni.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

5. Penilaian Proyek
Penilaian penugasan atau proyek merupakan penilaian untuk mendapatkan gambaran kemampuan menyeluruh/umum secara kontekstual, mengenai kemampuan siswa dalam menerapkan konsep dan pemahaman mata pelajaran tertentu. Penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung aspek investigasi harus selesai dalam waktu tertentu. Investigasi dalam penugasan memuat beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data.

6. Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik tersebut dapat berupa karya peserta didik (hasil pekerjaan) dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karya peserta didik, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, dan musik.
Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
• Menjelaskan kepada peserta didik maksud penggunaan portofolio, yaitu tidak semata-mata merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan, tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini hasil penilaian mereka sendiri.
• Menentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa sama bisa berbeda. Misalnya, untuk kemampuan menulis peserta didik mengumpulkan karangan-karangannya. Sedangkan untuk kemampuan menggambar, peserta didik mengumpulkan gambar-gambar buatannya.
• Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu map atau folder. Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
• Tentukan kriteria penilaian sampel-sampel portofolio peserta didik beserta pembobotannya bersama para peserta didik agar dicapai kesepakatan. Diskusikan dengan para peserta didik bagaimana menilai kualitas karya mereka. Contoh; untuk kemampuan menulis karangan, kriteria penilaiannya misalnya: penggunaan tata bahasa, pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika penulisan. Sebaiknya kriteria penilaian suatu karya dibahas dan disepakati bersama peserta didik sebelum peserta didik membuat karya tersebut. Dengan demikian, peserta didik mengetahui harapan (standar) guru dan berusaha mencapai harapan atau standar itu.
• Mintalah peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing peserta didik tentang bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan atau kekurangan karya tersebut dan bagaimana cara memperbaikinya.
• Setelah suatu karya dinilai dan ternyata nilainya belum memuaskan, kepada peserta didik dapat diberi kesempatan untuk memperbaiki lagi. Namun, antara peserta didik dan guru.
• perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan.

7. Penilaian Sikap
Penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap suatu obyek, fenomena, atau masalah. Sikap dapat dibentuk dan merupakan ekspresi perasaan, nilai, atau pandangan hidup yang terkait dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen kognitif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Kompetensi afektif yang dicapai dalam pembelajaran berkaitan dengan kemampuan siswa dalam:
• memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya
• menikmati atau menerima nilai, norma, serta objek yang mempunyai nilai etika dan estetika
• menilai (valuing) ditinjau dari segi baik buruk, adil tidak adil, indah tidak indah terhadap objek studi
• menerapkan atau mempraktikkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap siswa merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Sikap positif terhadap sesuatu menyebabkan perasaan mampu. Minat berkaitan dengan kecenderungan hati terhadap sesuatu yang akan mendorong tindakan positif untuk menekuni dan meningkatkan intensitas kegiatan pada obyek tertentu. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk penilaian sikap antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Observasi perilaku
Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya orang yang biasa minum kopi dapat dipahami sebagai kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu, guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah.
2. Pertanyaan langsung
Kita juga dapat menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai “Peningkatan Ketertiban.” Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu terhadap objek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta didik.
3. Laporan pribadi
Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta menulis pandangannya tentang “Perubahan Iklim” yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik tersebut dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.